Jerman - Hasil akreditasi baru bagi pers Senin (29/4), banyak harian besar Jerman dan media internasional, seperti Reuters, AP dan AFP tidak dapat tempat dalam proses NSU. Banyak media marah dan menimbang untuk menggugat. Akreditasi baru untuk meliput langsung sidang proses NSU menurut putusan Mahkamah Konstitusi Jerman adalah penting dan menetapkan, media dari negara yang warganya menjadi korban pembunuhan NSU harus mendapat tempat. Merespon putusan itu, pengadilan tinggi di München mereservasi 5 tempat bagi media Yunani dan Turki. Senin (29/4), seorang notaris mengundi 50 tempat dari 324 lamaran yang dinilai berhak meliput di ruang sidang. Sebagai saksi hadir politisi Partai SPD Hans-Jochen Vogel.Sorakan singkat terdengar ketika jurubicara Pengadilan Tinggi München Andrea Titz mengumumkan harian Turki „Sabah“, mendapat tempat. Sabah-lah yang dengan gugatannya membuat pengadilan tinggi München mengulang akreditasi pers dalam proses NSU lewat proses pengundian.Hasil undian berikutnya, bagi sub kelompok "stasiun penyiaran swasta“ memicu keheranan besar. Dari tiga tempat yang dibagikan, yang mendapat tempat adalah radio lokal kecil. Tidak ada RTL atau Sat.1 yang merupakan media penyiaran swasta terbesar dan amat populer di Jerman. Tawa riuh rendah terdengar ketika Titz mengumumkan media terakhir pemenang undian, adalah "Brigitte“, sebuah majalah lifestyle untuk wanita.Pertimbangkan menggugatTapi hasil undian itu juga membuat sedikit panik. Karena sudah pasti, berbagai harian dan majalah berita penting, tidak mendapat tempat untuk sebuah proses pengadilan terpenting pasca Perang Dunia II di Jerman. Media besar dan berpengaruh itu adalah Die Zeit”, Frankfurter Allgemeine Zeitung, Stern, die tageszeitung dan Die Welt.Ketua Perhimpunan Jurnalis Jerman DJV Michael Konken mengatakan, "Bagi saya ini hal yang tidak terbayangkan, dimana bagi media-media lintas regional terpenting hampir tidak ada kemungkinan melaporkan tentang proses terorisme neonazi NSU.“Ines Pohl, pimpinan redaksi harian "tageszeitung“ kepada SPIEGEL ONLINE mengatakan, "Gembira kini media Turki mendapat tempat. Tapi sebaliknya kami sama sekali tidak gembira, karena kami tidak terwakili.“´Ia tidak menutup kemungkinan menggugat. "Saat ini kami bersama dengan perusahaan media lainnya mengkaji apakah kami punya hak menggugat.“Hal serupa disampaikan Jan-Eric Peters, ketua redaksi grup media Welt. "Proses pengadilan terpenting tahun ini di Jerman, tapi tiga harian berkualitas yang berlingkup lintas regional negara ini tidak mendapat bagian, berbeda dengan misalnya harian iklan Hallo München. Itu tidak masuk akal. Kami menimbang meminta penjelasan lewat jalur hukum.“Sementara Die Zeit menyatakan tidak akan menggugat. Bernd Ulrich wakil pimpinan redaksi Zeit mengatakan, "Aturan untuk pembagian tempat dalam proses NSU tidak terlalu buruk seperti sebelumnya. Tapi itu jauh dari bagus. Jurnalis-jurnalis kami akan duduk di jajaran hadirin dalam proses itu dan pada setiap hari pengadilan yang baru berharap, mendapat tempat."Selain sejumlah media besar, para jurnalis lepas Jerman yang pada akreditasi pertama mendapat tempat liputan tapi kini tidak, juga akan menggugat ke mahkamah konstitusi.Pengadilan Keluhkan Kritik Ketua Pengadilan Tinggi München, Karl Huber membela akreditasi baru lewat pengundian. “Itu hal yang pantas, adil dan proses yang diakui secara umum”. Ia mengakui Senat mengalami kesulitan logistik mempersiapkan proses raksasa itu.Tapi kritik terhadap pembagian tempat liputan baru bagi pers dinilainya terlalu berlebihan. "Serangan-serangan yang ditujukan terhadap pengadilan tidak ada bandingannya dalam sejarah Jerman,“ ujar Huber. Banyak kritisi tidak mengerti tekanan hukum dalam proses itu.Pejabat Jerman urusan korban sel teror neonazi NSU, Barbara John juga mengritik proses akreditasi bagi jurnalis. Sekaligus memperingatkan akan adanya gugatan baru ke Mahkamah Konstitusi Jerman.Dia menegaskan, dimulainya proses pengadilan kelompok radikal kanan, yang pengusutannya mengalami berbagai kemacetan dan kejangggalan itu tidak boleh kembali tertunda. Ini akan mengguncang kepercayaan anggota keluarga korban maupun masyarakat umum. Red dari sejumlah sumber/DW